Senin, 06 April 2009

PKS, Partai Oportunis


Emang merah bisa PKS? Emang kuning bisa PKS? Emang biru bisa PKS? Untuk Indonesia yang lebih baik, kenapa tidak. Itulah salah satu bunyi jargon kampanye partai berlambang padi dan bulan sabit kembar ini.

Dari jargon tersebut sekilas bisa diartikan PKS bisa diterima oleh semua golongan dan partai. Namun disisi lain PKS juga terlalu pede dengan jargon tersebut karena banyak partai dan calon presiden yang mendekati PKS untuk berkoalisi.

Terlebih lagi, Hidayat Nurwahid selaku petinggi partai yang bermarkas di Mampang Jakarta Selatan ini juga sudah didekati beberapa Capres untuk dijadikan cawapres.

Partai pimpinan Tifatul Sembiring ini memang memiliki kader dan simpatisan yang cukup fanatik dan militan. Di Jakarta saja, kader-kader dari partai ini sering show of power dengan menggelar berbagai aksi turun ke jalan.

Selain itu, kader-kader partai ini juga sudah menyusup ke berbagai instansi, lembaga pendidikan, lembaga dakwah, bahkan ke masjid-masjid untuk memperluas dan menjaring anggota.

Namun kader-kader yang dimiliki partai ini terkesan ekslusif dan terbatas. Jarang sekali kita lihat kader dan anggota dari partai ini berasal dari masyarakat abangan atau nasionalis.

Menyadari keekslusifan tersebut, PKS pun merubah garis perjuangannya. Hal itu terlihat dari beberapa jargon kampanye partai berazaskan Islam ini.

Salah satu contohnya adalah iklan kampanye PKS di televisi yang menghadirkan sosok Bung Karno, Soeharto, KH. Hasyim Asy’ari, KH. Muh. Dahlan dan Buya Hamka.

Dari iklan kampanye itu PKS ingin merangkul kaum nasionalis yang merupakan simpatisan Soekarno dan ingin mendapat dukungan dari pendukung mantan pemimpin orde baru Soeharto. Kaum Nahdiyin dan Muhammadiyah pun tak luput dari bidikan iklan itu.

Contoh lain adalah iklan PKS di tv yang menampilkan sosok perempuan tak berjilbab yang mengesankan bahwa PKS adalah partai islam tapi bisa membaur dengan kaum nasionalis, abangan dan bahkan sekuler.

Di pemilu tahun 2009, arah perjuangan PKS memang bergeser. Yang dulunya identik dengan partai Islam fanatik dan memperjuangkan penegakan hukum Islam, kini PKS lebih condong ke partai Islam nasionalis dan bahkan partai Islam sekuler.

Banyak kalangan, terutama kaum muslimin, yang menyayangkan perubahan perjuangan PKS. Bahkan ada sebagian orang yang menganggap PKS sebagai partai oportunis, karena menghalalkan segala cara untuk meraih kekuasaan.

Hal itu terbukti dengan kesanggupan PKS berkoalisi dengan partai apapun asal PKS mendapat posisi strategis dan meraih kursi no 1 atau 2 di republik ini. Jadi biarpun harus berkoalisi dengan partai merah sekalipun, asal dapat posisi akan dijalani PKS. Oportunis bukan!!

Menurut teman saya, ada beberapa caleg PKS dari daerah Timur Indonesia yang bukan beragama Islam. Tentu hal ini sangat disayangkan, karena PKS pada dasarnya adalah partai berazaskan Islam, bukan partai nasionalis seperti PKB atau PAN.

Biarpun PKS mempunyai alasan dan jawaban dari tuduhan saya, tapi tidak bisa dinafikan bahwa PKS kini telah berubah. Bagi saya PKS adalah partai yang tidak konsisten dengan azas dan perjuangannya.

Berbeda dengan PBB, yang juga sama-sama berazaskan Islam. Namun PBB, sejak pertama berdiri hingga sekarang, tetap konsisten menyuarakan penegakan syariat Islam, meski pengikutnya tidak banyak.

Bagi saya, PKB, PAN dan PBB lebih baik ketimbang PKS. Karena ketiga partai tersebut lebih konsisten dengan arah perjuangannya. Lebih baik tidak usah menggunakan azas Islam jika tidak bisa istiqomah. Wallahua’lam.

2 komentar:

Unknown mengatakan...

Maaf Ust. ana gak setuju kalo PKB, PAN, PBB dan Partai Islam lainnya antum anggap lebih baik karena istiqomah.... lah wong banyak dari mereka yg kadang gak islami perbuatannya..... ada yg korupsi (ketangkep lagi)saya lebih setuju gak perlu partai berazas (apalagi cuma lebel)"ISLAM"..... cukup orang-orang "PARTAI" itu berahlak Islami..... Antum sendiri kapan turun ke kancah Politik Ustad..... He... he... he....

frethespanggabean mengatakan...

ente barisan sakit hati kaliya ,untukmenag kita perlu suara yang banyak jadi kalau caranya masih wajar ya enggak apa